LEO TOLSTOY:
Kristen, anarkis, cinta damai
Kok bisa sih, orang Kristen, anarkis, tapi
cinta damai? Gimana bisa tiga sifat yang bertentangan ini ada dalam
diri satu orang? Udah gitu orang ini diakui sebagai penulis yang tulisannya menginsipirasi dunia lagi? (CS)
Itulah dia Leo Tolstoy. Dia dilahirkan di Yasnaya Polyana, Rusia taun 1828. Umur sembilan
taun, dia udah jadi yatim piatu. Tapi hidup Leo nggak terbengkalai,
karena dia berasal dari keluarga yang sangat
ningrat di Rusia. Bibinya, Madame Ergolsky,
mengambil alih hak asuh atas Leo en dia juga yang mendidik Leo sampe masuk ke universitas.
Leo kuliah di Universitas
Kazan, salah satu universitas paling
terkenal di Rusia. Dia ambil jurusan hukum en bahasa-bahasa Timur, tapi dia males banget kuliah sampe sama para dosennya
dia dibilang bodoh en gak punya otak. Karena gak tahan dengan kuliah, Leo DO
(drop out) di tengah-tengah semester.
Tapi dasar bangsawan, walaupun nggak
sekolah tinggi, hidupnya gak susah. Setelah pulang kampung, dia jadi tuan tanah yang baik. Tapi, di
sana dia kecewa dengan hidup yang dia alami. Antusiasmenya pudar. Sejak saat itu, seperti yang ditulis di buku hariannya, Leo mulai cari pembenaran moral en rasional untuk menjalani hidup.
“Apakah hidup ada gunanya untuk dijalani?” Itu pertanyaan yang mengganggu
pikirannya.
Leo abisin masa mudanya dengan berjudi en hidup seenaknya. Sampe taun 1851, karena sangat bosan dengan
hidup di Moskow, Leo pergi ke Kaukasus, en gabung
dengan pasukan artileri yang bakal ditempatin di Chechnya. Tapi karena
darah birunya, di militer pun dia
diperlakuin khusus. Dari peperangan inilah dia
dapat banyak inspirasi tentang kehidupan.
Waktu itu, Kekaisaran Rusia pimpinan Tsar Alexander II lagi perang lawan Inggris, Prancis, en Turki karena pengen menguasai Laut Tengah. Benteng Sevastopol (sekarang di negara Ukraina) adalah tempat tugas Leo Tolstoy sebagai
prajurit artileri. Di sela-sela waktunya, dia nulis tentang pengalamannya di
medan perang yang dikasih judul Sevastopol Sketches yang selanjutnya diterbitin en dapet pujian dari banyak orang, termasuk
Tsar sendiri.
Pasukan Rusia akhirnya meninggalkan benteng Sevastopol. Ternyata itu taun terakhir dia di ketentaraan,
karena di taun itu juga dia memutuskan berhenti jadi tentara.
Taun-taun berikutnya dia keliling
Rusia en Eropa. Waktu itu dia udah dikenal sebagai penulis yang karyanya banyak dipuji orang. Tapi
pengalamannya di taun-taun itu justru bikin dia gak puas. Leo jadi sangat benci sama hidup orang kaya en bangsawan di Eropa yang sangat egois
en materialistik. Karena itu dia jadi tertarik
mendalami Buddhisme, yang ajarin
hidup bersatu dan dalam harmoni dengan alam en makhluk lainnya.
Pulang dari medan perang, Leo bikin sekolah untuk anak-anak desa di kampung
halamannya dengan gaya yang beda dari sekolah umum di masa itu. Sistem sekolahnya di sesuaikan dengan kondisi anak-anaknya, bukan sebaliknya. Leo juga berpikir bukan
orang cerdas yang seharusnya mengajar orang-orang desa, tapi orang-orang desa yang lebih berhak mengajar orang-orang cerdas itu.
Lama-kelamaan Leo sadar dia gak
pantas terima warisan kekayaan dari keluarganya. Jadi dia bagi-bagi uang sama
orang-orang di desa en menolong banyak gelandangan en pengemis.
Tapi biar udah bagi-bagiin hartanya sama banyak orang, hidupnya gak jadi lebih baik. Pertanyaan “moral untuk
hidup” masih ada. Dari dulu, dia selalu berprinsip segalanya bisa dijelasin dengan akal sehat. Tapi setelah krisis, prinsip Leo berubah jadi “hiduplah sehingga kamu mendapatkan yang terbaik
untukmu dan keluargamu.” Kebijaksanaan yang paling besar, menurut Leo di novel mahakaryanya, War and Peace, adalah menerima posisi kita dalam hidup en mengupayakan yang terbaik dari sana.
Waktu udah tua, dia ngalamin krisis spiritual lagi yang bikin
dia berpikir serius untuk bunuh diri. Akhirnya Tolstoy mulai baca Injil. Dia suka sama ajaran-ajaran Injil, terutama khotbah Yesus di bukit.
Dia terkesan banget sama kata-kata “berikan pipimu yang
satunya,”. Ayat
inilah yang jadi dasar gerakan perdamaian,
antikekerasan, en antiresistansi yang dianut Leo.
Menurut Leo inti dari ajaran Yesus adalah “janganlah
melawan kejahatan” (Matius 5:39). Makanya dia
mengkritik keras pemerintahnya yang mengizinkan kekerasan en korupsi. Dia juga protes sama gereja yang kasih izin pemerintah mengelola negara
Rusia. Ajaran ini terus disebut anarkisme Kristen.
Doktrin antikekerasannya itu mempengaruhi beberapa orang sehingga menjadi tokoh-tokoh besar dalam sejarah. Contohnya aja Mahatma Gandhi. Dia baca buku Leo yang judulnya Kerajaan Allah Ada di Dalam Dirimu en akhirnya jadi tokoh kegerakan di India. Martin Luther King, Jr., pendeta
keturunan Afrika di Amerika yang meneriakkan
kesetaraan hak bagi semua orang juga karena
baca buku Leo. Belum lagi ada ribuan orang yang baca buku Leo en akhirnya
jadi orang yang selalu ramah pada sesama, yang nggak membalas kejahatan dengan kejahatan, en yang percaya bahwa kasih dapat
mengalahkan kebencian. Jadi gak
salah ‘kan kalo dibilang dia orang Kristen anarkis yang cinta damai? (**)
No comments:
Post a Comment